Sebuah kasus dugaan investasi bodong senilai Rp2,2 miliar tengah menjadi sorotan di Jakarta Barat. Korban, Eddi Halim, telah melaporkan kasus ini ke Polres Metro Jakarta Barat sejak tahun lalu, namun hingga kini belum ada tersangka yang ditetapkan. Kejanggalan dalam penanganan kasus ini semakin diperkuat dengan keterangan saksi ahli dan pernyataan kuasa hukum korban yang merasa ada diskriminasi dalam proses penyidikan.
Kasus ini melibatkan dua terlapor berinisial MHS dan NT yang diduga telah menipu Eddi Halim dengan iming-iming keuntungan investasi hingga 11 persen. Kejadian ini bermula di tahun 2023, ketika korban menanamkan modalnya sebesar Rp2,2 miliar. Janji pengembalian investasi beserta keuntungannya yang jatuh tempo Juni 2024 tak kunjung ditepati, memicu laporan polisi.
Saksi Ahli Hukum Pidana Diperiksa
Polres Metro Jakarta Barat memanggil saksi ahli hukum pidana, Yuni Ginting, untuk memberikan keterangan terkait kasus ini pada Senin lalu. Yuni dimintai keterangan mengenai alat bukti yang telah dikumpulkan, khususnya terkait aspek yuridisnya.
Dokumen percakapan WhatsApp antara korban dan terlapor menjadi salah satu fokus pemeriksaan. Isi percakapan yang berisi iming-iming keuntungan dan bukti transfer uang dianggap sebagai petunjuk penting.
Menurut Yuni, percakapan WhatsApp tersebut dapat dikategorikan sebagai bukti digital yang mengacu pada Undang-Undang ITE Pasal 5 Ayat 1. Hal ini mendukung kuat dugaan adanya tindak pidana penipuan investasi.
Bukti yang Dianggap Cukup oleh Kuasa Hukum
Hendricus Sidabutar, kuasa hukum korban, memperkuat pendapat saksi ahli. Ia meyakini bukti yang telah diserahkan kepada penyidik, yakni percakapan WhatsApp dan bukti transfer uang, sudah cukup untuk menetapkan kedua terlapor sebagai tersangka.
Percakapan WhatsApp tersebut, menurut Hendricus, mengandung bukti digital yang kuat terkait iming-iming keuntungan 11 persen.
Selain itu, bukti transfer uang yang juga sudah diserahkan menjadi bukti transaksi keuangan yang mendukung klaim korban.
Hendricus mendesak pihak kepolisian untuk segera bertindak tegas. Ia menilai, bukti yang ada telah cukup kuat untuk menetapkan tersangka dan melakukan penangkapan.
Tuduhan Diskriminasi dan Tuntutan Keadilan
Hendricus merasa ada kejanggalan dalam proses penyidikan kasus ini. Ia menuding adanya diskriminasi dibandingkan dengan kasus investasi bodong lainnya yang biasanya ditangani lebih cepat oleh Polres Jakbar.
Lamanya proses penyidikan, hampir mencapai satu tahun, menurut Hendricus, merupakan bentuk ketidakadilan bagi kliennya.
Ia berharap kepolisian segera memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi korban dengan menetapkan tersangka dan menahan pelaku.
Ketidakjelasan status kasus ini menyebabkan korban merasa dirugikan dan menimbulkan keresahan.
Kejadian ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat untuk berhati-hati dalam berinvestasi. Selalu periksa legalitas perusahaan dan hindari investasi yang menjanjikan keuntungan tidak masuk akal. Proses hukum yang berjalan lambat dan dugaan diskriminasi dalam kasus ini juga menjadi sorotan, mengingatkan perlunya transparansi dan efektivitas penegakan hukum dalam menangani kasus-kasus serupa. Semoga kasus ini segera menemukan titik terang dan memberikan keadilan bagi korban.