Partai NasDem menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pemilu nasional dan pemilu lokal. Mereka menilai putusan tersebut berpotensi menciptakan deadlock konstitusional dan melanggar prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Kekhawatiran ini disampaikan melalui pernyataan resmi partai yang menekankan pentingnya ketaatan terhadap konstitusi dan prinsip kepastian hukum.
Putusan MK ini menimbulkan kontroversi dan reaksi beragam dari berbagai pihak. NasDem, sebagai salah satu partai politik di Indonesia, mengungkapkan keprihatinannya secara detail terkait implikasi putusan tersebut terhadap sistem demokrasi Indonesia.
Putusan MK: Potensi Deadlock Konstitusional
Partai NasDem berpendapat bahwa putusan MK tersebut bertentangan dengan putusan-putusan MK sebelumnya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya inkonsistensi hukum dan melemahkan prinsip kepastian hukum.
Konsistensi putusan hakim sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Putusan yang berubah-ubah dapat menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian hukum di masyarakat.
Putusan MK juga dinilai mengambil alih kewenangan legislatif. Menurut NasDem, penetapan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) merupakan wewenang DPR RI dan pemerintah, bukan MK.
Pengambilan wewenang legislatif oleh MK merupakan pelanggaran prinsip pemisahan kekuasaan. Prinsip ini fundamental dalam sistem demokrasi untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
Pelanggaran Konstitusi dan Prinsip Kepastian Hukum
Pasal 22E UUD NRI 1945 mengatur bahwa pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD. Jika pemilu DPRD dipisahkan, maka akan terjadi pelanggaran konstitusi.
NasDem menjelaskan bahwa pemilu DPRD yang tidak dilaksanakan setiap lima tahun akan menimbulkan pelanggaran terhadap konstitusi. Ini merupakan konsekuensi langsung dari pemisahan jadwal pemilu nasional dan lokal.
Lebih lanjut, Partai NasDem menilai MK telah bertindak sebagai “negative legislator,” yaitu membuat aturan hukum secara negatif dengan membatalkan aturan yang sudah ada. Ini di luar kewenangan MK dan bertentangan dengan prinsip demokrasi.
Metode interpretasi hukum yang digunakan MK juga dipertanyakan. Partai NasDem menilai MK tidak menggunakan metode “moral reading” dalam menafsirkan hukum dan konstitusi.
Desakan kepada DPR RI untuk Mencari Solusi
Partai NasDem mendesak DPR RI untuk meminta klarifikasi kepada MK mengenai putusan tersebut. Partai juga meminta DPR untuk memastikan MK memahami norma konstitusi dengan benar.
Langkah ini dianggap penting untuk memastikan ketaatan terhadap konstitusi dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap sistem hukum. DPR memiliki peran penting dalam mengawasi lembaga negara.
Pentingnya ketaatan terhadap konstitusi dan prinsip kepastian hukum ditekankan oleh NasDem. Ketidakpastian hukum dapat menimbulkan dampak negatif terhadap iklim investasi dan stabilitas politik.
Partai NasDem berharap DPR dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan ini dan mencegah krisis konstitusional. Ketegasan DPR dibutuhkan untuk menjaga stabilitas dan kepastian hukum di Indonesia.
Partai NasDem, melalui pernyataannya, menunjukkan komitmennya terhadap supremasi hukum dan penegakan konstitusi. Mereka berharap agar polemik ini dapat diselesaikan melalui dialog dan musyawarah untuk mencapai mufakat. Hal ini penting demi menjaga keutuhan dan kestabilan bangsa.