Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) telah menjatuhkan vonis terhadap MAS (14), anak yang tega membunuh ayah dan neneknya serta melukai ibunya di Lebak Bulus. Peristiwa tragis ini mengguncang Jakarta Selatan pada November 2024 lalu, dan kini kasusnya telah menemukan titik akhir di meja hijau.
Putusan hakim mengejutkan banyak pihak, menimbulkan perdebatan sengit antara pihak keluarga korban dan tim kuasa hukum MAS. Bagaimana jalannya persidangan dan apa pertimbangan hakim? Simak ulasan lengkapnya berikut ini.
Vonis Dua Tahun Rehabilitasi untuk MAS
MAS divonis menjalani pidana pembinaan selama dua tahun di Sentra Handayani, Jakarta Timur. Putusan ini dibacakan pada Senin lalu oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pejabat Humas PN Jaksel, Rio Barten Pasaribu, menyatakan hakim telah meyakini dakwaan jaksa dan menyatakan MAS bersalah. Masa hukuman tersebut akan dikurangi masa penahanan yang telah dijalani.
Selama menjalani pembinaan, MAS diwajibkan mengikuti terapi kejiwaan dan melaporkan perkembangannya kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) setiap enam bulan.
Beberapa barang bukti dalam kasus ini akan dirampas dan dimusnahkan.
Pihak Keluarga dan Kuasa Hukum MAS Berbeda Pendapat
Kuasa hukum MAS, Maruf Bajammal, menyatakan menghormati putusan pengadilan. Namun, ia memiliki pandangan berbeda.
Pihaknya berharap MAS dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Maruf berpendapat hakim kurang mempertimbangkan keterangan ahli dan bukti terkait kondisi disabilitas mental yang dialami MAS.
Perbedaan pendapat ini menunjukkan betapa kompleksnya kasus ini dan betapa beragamnya perspektif yang perlu dipertimbangkan.
Kronologi Kasus dan Kondisi Kejiwaan MAS
Peristiwa pembunuhan terjadi pada Sabtu, 30 November 2024, pukul 01.00 WIB di Perumahan Bona Indah, Lebak Bulus. MAS diduga membunuh ayahnya, APW (40), dan neneknya, RM (69), serta melukai ibunya, AP (40).
Dalam pemeriksaan polisi, MAS mengaku mendapat bisikan-bisikan yang meresahkan. Ia diduga mengalami disabilitas mental, dan sebelumnya sempat menjalani pemeriksaan kejiwaan di RS Polri.
Perkara ini tercatat dengan nomor 8/Pid.Sus-Anak/2025/PN JKT.SEL. Sidang dipimpin Hakim Lusiana Amping dengan JPU Indah Puspitarani, Mochammad Zulfi Yasin Ramadhan, Pompy Polansky Alanda, dan Alisa Nur Aisyah.
Kasus ini menyoroti pentingnya penanganan kasus anak berhadapan dengan hukum yang mempertimbangkan aspek psikologis dan sosial.
Putusan ini menimbulkan banyak pertanyaan dan diskusi publik tentang keadilan bagi korban dan hak-hak anak berhadapan dengan hukum yang memiliki gangguan kejiwaan. Semoga kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk lebih memperhatikan kesehatan mental, khususnya di kalangan anak dan remaja.
Penting bagi kita untuk memahami bahwa penanganan kasus seperti ini memerlukan pendekatan yang holistik, melibatkan berbagai pihak, dan mempertimbangkan faktor-faktor yang kompleks di balik tindakan yang dilakukan MAS. Diharapkan ke depannya, sistem peradilan kita lebih sensitif terhadap kasus-kasus serupa dan mampu memberikan keadilan yang adil bagi semua pihak yang terlibat.