Penulisan ulang sejarah Indonesia tengah menjadi sorotan publik. Proyek ambisius ini, ditargetkan rampung pada Agustus 2025, bertujuan menyajikan narasi sejarah nasional yang lebih komprehensif. Namun, prosesnya tidak luput dari kontroversi dan menimbulkan berbagai pertanyaan seputar selektivitas dan interpretasi peristiwa sejarah.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (KPK), Hasan Nasbi, menjelaskan bahwa merangkum seluruh kejadian sejarah Indonesia adalah hal yang mustahil. Para sejarawan memiliki pertimbangan matang dalam memilih peristiwa yang akan dimasukkan ke dalam buku sejarah nasional.
Selektivitas dalam Penulisan Sejarah: Suatu Keniscayaan
Hasan Nasbi memberikan contoh peristiwa yang mungkin tidak tercantum dalam buku sejarah, seperti keterlibatan pekerja seks komersial (PSK) dalam melayani tentara Jepang pada masa pendudukan. Ia menekankan bahwa hal ini bukan berarti peristiwa tersebut tidak terjadi, melainkan ada pertimbangan khusus dari para sejarawan.
Pemilihan peristiwa sejarah didasarkan pada kebutuhan bangsa untuk mempelajari pelajaran dari masa lalu dan membangun masa depan yang lebih baik. Proses penyeleksian ini kompleks dan memerlukan pertimbangan yang cermat.
Peran Para Sejarawan dalam Menulis Sejarah Indonesia
Hasan Nasbi mengajak publik untuk bersabar dan mempercayakan penulisan sejarah kepada para ahli. Para sejarawan yang terlibat dalam proyek ini adalah profesor dan doktor bidang sejarah yang berkompeten.
Ia meyakini para sejarawan tersebut memiliki integritas akademik dan profesionalitas tinggi, serta tidak akan mengorbankan kredibilitas mereka untuk kepentingan tertentu.
Proyek penulisan sejarah nasional melibatkan lebih dari 100 sejarawan di Indonesia. Mereka bekerja keras untuk menyusun narasi sejarah yang akurat dan komprehensif.
Kriteria Pemilihan Peristiwa Sejarah
Proses seleksi peristiwa sejarah yang masuk ke dalam buku sejarah nasional melibatkan berbagai kriteria. Aspek-aspek penting yang dipertimbangkan meliputi dampak peristiwa terhadap perjalanan bangsa Indonesia, signifikansi peristiwa dalam konteks nasional, dan ketersediaan sumber data yang kredibel.
Sejarawan juga mempertimbangkan konteks sosial, politik, dan ekonomi pada saat peristiwa terjadi agar pemahaman sejarah menjadi lebih utuh dan berimbang.
Kontroversi dan Tantangan dalam Penulisan Ulang Sejarah
Penulisan ulang sejarah Indonesia versi terbaru telah memicu beragam reaksi dari publik, terutama setelah munculnya komentar pribadi Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon terkait tragedi perkosaan massal pada Mei 1998.
Peristiwa ini menunjukkan tantangan dalam menulis sejarah, khususnya terkait dengan sensitivitas dan perbedaan interpretasi atas peristiwa-peristiwa traumatis di masa lalu.
Namun, proyek ini diharapkan mampu memberikan perspektif baru dan lebih lengkap tentang sejarah Indonesia, meskipun prosesnya penuh dengan tantangan dan memerlukan kehati-hatian.
Kehadiran berbagai kontroversi menuntut transparansi dan akuntabilitas dari tim penulis sejarah. Komunikasi yang efektif kepada publik sangat penting untuk membangun kepercayaan dan pemahaman bersama.
Proses penulisan sejarah yang berkelanjutan dan terbuka menjadi kunci untuk menciptakan narasi sejarah yang lebih akurat, obyektif, dan representatif bagi seluruh bangsa Indonesia.
Upaya yang dilakukan oleh para sejarawan untuk menyusun sejarah Indonesia yang komprehensif patut diapresiasi. Namun, dialog dan partisipasi publik tetap menjadi kunci untuk memastikan bahwa sejarah yang dihasilkan dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat dan mencerminkan kebenaran sejarah secara adil dan komprehensif.