Seorang guru ngaji di Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan, berinisial AF, ditangkap polisi karena melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur. Modus yang digunakan pelaku cukup licik, memanfaatkan kepercayaan anak-anak sebagai murid mengaji.
Kasus ini terungkap setelah beberapa korban melaporkan tindakan bejat sang guru ngaji. Polisi bergerak cepat dan berhasil mengamankan AF serta sejumlah barang bukti.
Modus Operandi Pelaku: Mengajar Hadas dan Intimidasi
Polisi mengungkapkan modus operandi AF yang sangat mengkhawatirkan. Pelaku menggunakan pelajaran tambahan tentang hadas, suatu konsep penting dalam agama Islam, sebagai kedok untuk melakukan pelecehan.
Selain membahas soal hadas laki-laki dan perempuan, AF juga menunjukkan kemaluannya kepada korban. Tindakan ini diperparah dengan intimidasi berupa pemberian uang sejumlah Rp10.000 hingga Rp25.000 kepada korban.
Rumah AF, yang juga digunakan sebagai tempat pengajian, menjadi lokasi terjadinya tindak kejahatan tersebut. Lingkungan yang seharusnya aman dan nyaman bagi anak-anak, justru disalahgunakan pelaku untuk memuaskan hasrat bejatnya.
Korban dan Kronologi Peristiwa
Berdasarkan keterangan penyidik, perbuatan AF telah berlangsung sejak tahun 2021. Sepuluh anak, berusia antara 10 hingga 12 tahun, menjadi korban kebejatan AF.
Penangkapan AF dilakukan pada Senin, 18 Juni 2023, setelah laporan dari korban diterima pihak berwajib. Polisi langsung bergerak cepat menuju lokasi dan mengamankan AF untuk menjalani proses hukum lebih lanjut di Polres Metro Jakarta Selatan.
Perbuatan AF yang terulang berkali-kali menunjukkan betapa seriusnya kasus ini. Hal ini menjadi perhatian serius bagi masyarakat dan penegak hukum untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang.
Proses Hukum dan Pendampingan Korban
Polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti penting, termasuk hasil visum korban, sarung, papan tulis, dan telepon genggam milik AF.
AF dijerat dengan Pasal 76E junto Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Ini menunjukkan keseriusan aparat penegak hukum dalam menindak pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Selain itu, pihak kepolisian juga berkolaborasi dengan pekerja sosial dan Unit Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTPPPA) DKI Jakarta. Pendampingan psikologis bagi korban sangat penting untuk membantu mereka mengatasi trauma yang dialami.
Polisi juga membuka layanan “hotline” di nomor +62 813-8519-5468 untuk masyarakat yang mungkin memiliki informasi terkait kasus serupa atau menduga anaknya menjadi korban. Langkah ini menunjukkan komitmen untuk mengungkap seluruh jaringan dan mencegah kejahatan seksual terhadap anak terus terjadi.
Pengembangan kasus terus dilakukan untuk memastikan tidak ada korban lain. Komitmen polisi untuk mengungkap seluruh fakta dan menjerat pelaku hingga tuntas sangat penting dalam memberikan keadilan bagi para korban dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi kita semua tentang perlunya pengawasan yang ketat terhadap anak-anak dan perlindungan maksimal dari kejahatan seksual. Peran orang tua, guru, dan masyarakat sangat krusial dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak. Semoga kasus ini menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk lebih peduli dan melindungi anak-anak dari ancaman kekerasan seksual.