Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tengah menggodok revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Proses ini menuai sorotan, terutama mengenai pentingnya perlindungan hak asasi manusia (HAM) dalam sistem peradilan pidana Indonesia.
Pakar hukum pidana Hery Firmansyah menekankan perlunya perhatian serius terhadap aspek HAM dalam revisi KUHAP. Ia menyoroti ketidakseimbangan perlindungan hak antara pelaku dan korban tindak pidana dalam KUHAP saat ini.
RUU KUHAP: Menyeimbangkan Hak Korban dan Pelaku
Hery Firmansyah, dalam diskusi forum legislasi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa lalu, mengungkapkan kekhawatirannya. KUHAP yang lama cenderung lebih berpihak pada pelaku tindak pidana.
Hak korban, menurutnya, sangat terbatas. Hanya pasal tentang ganti kerugian yang mengakomodasi hak-hak mereka.
Ia berharap revisi KUHAP dapat memberikan perhatian yang lebih seimbang terhadap hak korban. Perlindungan yang lebih komprehensif mutlak diperlukan.
Prioritas Keadilan, Bukan Hanya Kecepatan Proses
Revisi KUHAP tidak boleh hanya mengejar kecepatan proses hukum (speedy trial), tetapi juga keadilan (fair trial) bagi semua pihak. Ini menjadi poin penting yang disampaikan Hery Firmansyah.
Ia menekankan perlunya due process of law yang menjamin keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam suatu perkara pidana.
Proses yang cepat tanpa menjamin keadilan akan merugikan baik korban maupun terdakwa. Keadilan harus menjadi prioritas utama.
Partisipasi Publik dan Implementasi yang Efektif
Hery Firmansyah juga menyoroti pentingnya partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation) dalam penyusunan RUU KUHAP.
Regulasi yang jelas dan tegas (lex certa, lex scripta, lex stricta) menjadi kunci sukses implementasi KUHAP yang baru.
Implementasi yang efektif, terutama penegakan asas equality before the law, merupakan tantangan besar. Hak-hak tersangka dan korban harus dihormati secara setara.
Komisi III DPR RI telah memulai pembahasan RUU KUHAP. Ketua Komisi III, Habiburokhman, memimpin Panitia Kerja (Panja) pembahasan RUU tersebut.
Beberapa pimpinan Komisi III lainnya juga turut serta dalam Panja RUU KUHAP, mewakili berbagai fraksi di DPR.
Proses revisi KUHAP diharapkan dapat menghasilkan undang-undang yang lebih adil, efektif, dan menghormati hak asasi manusia.
Harapannya, revisi ini akan membawa perubahan signifikan dalam sistem peradilan pidana Indonesia, memberikan perlindungan yang lebih baik bagi korban dan memastikan proses hukum yang lebih adil bagi semua.
Proses legislasi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk partisipasi publik, akan menghasilkan RUU KUHAP yang lebih komprehensif dan berkeadilan.

 
									





