Kasus dugaan beras oplosan yang melanggar standar mutu dan takaran tengah menjadi sorotan. Praktik curang ini menimbulkan kerugian bagi konsumen dan mengancam keamanan pangan nasional, khususnya di tengah upaya pemerintah mencapai swasembada pangan.
Berbagai pihak, mulai dari DPR RI hingga Satgas Pangan Polri, telah angkat bicara dan menyatakan komitmen untuk mengusut tuntas kasus ini. Langkah tegas diperlukan untuk memberikan efek jera kepada produsen nakal dan melindungi hak konsumen.
Desakan DPR RI untuk Pengusutan Tuntas Kasus Beras Oplosan
Ketua DPR RI, Puan Maharani, mendesak pemerintah untuk menyelidiki secara menyeluruh dugaan praktik beras oplosan.
Ia menekankan pentingnya perlindungan konsumen agar tidak dirugikan oleh praktik curang tersebut.
Puan juga meminta aparat penegak hukum segera memproses para produsen nakal secara hukum.
DPR RI, melalui komisi-komisi terkait, akan melakukan pengawasan terhadap proses pengusutan kasus ini.
Komisi IV DPR RI dan Swasembada Pangan
Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto, menyampaikan keprihatinan atas temuan tersebut.
Ia menilai praktik oplosan ini sangat merugikan, terutama di tengah upaya pemerintah mencapai swasembada pangan.
Komisi IV DPR RI, meskipun belum melakukan sidak, berencana menanyakan langsung hal ini kepada Menteri Pertanian.
Hal ini akan dilakukan pada rapat rutin Komisi IV dengan Menteri Pertanian.
Penyelidikan Satgas Pangan Polri dan Temuan Anomali Beras
Satgas Pangan Polri telah memeriksa 22 saksi terkait kasus dugaan beras oplosan.
Saksi-saksi tersebut berasal dari enam perusahaan dan delapan pemilik merek beras kemasan lima kilogram.
Investigasi dilakukan bersama Kementerian Pertanian, Bapanas, Kepolisian, dan Kejaksaan setelah ditemukan anomali.
Anomali tersebut ditemukan meskipun produksi padi nasional saat ini tinggi, bahkan tertinggi dalam 57 tahun terakhir.
Hasil temuan menunjukkan pelanggaran yang signifikan pada beras premium dan medium.
- Pada beras premium (136 sampel), 85,56 persen tidak sesuai ketentuan, 59,78 persen tidak sesuai HET, dan 21,66 persen tidak sesuai berat kemasan.
- Pada beras medium (76 sampel), 88,24 persen tidak sesuai mutu, 95,12 persen tidak sesuai HET, dan 9,38 persen tidak sesuai berat kemasan.
Total, pelanggaran ditemukan pada 212 merek beras.
Kasus dugaan beras oplosan ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat terhadap kualitas dan keamanan pangan. Kerjasama antar lembaga dan penegakan hukum yang tegas sangat diperlukan untuk melindungi konsumen dan memastikan terwujudnya swasembada pangan yang berkelanjutan. Ke depan, transparansi dan keterbukaan informasi terkait proses produksi dan distribusi beras perlu ditingkatkan untuk mencegah terulangnya kasus serupa.