Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tengah menjadi sorotan publik. Salah satu poin yang paling diperdebatkan adalah mengenai penyadapan. Proses revisi ini melibatkan berbagai pihak, termasuk DPR dan pemerintah, dan menimbulkan beragam persepsi di masyarakat.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, baru-baru ini memberikan klarifikasi terkait polemik tersebut. Pernyataan beliau memberikan gambaran lebih jelas mengenai arah revisi KUHAP dan isu penyadapan.
Penyadapan Tak Masuk Revisi KUHAP, Akan Diatur dalam UU Khusus
Habiburokhman menegaskan bahwa ketentuan mengenai penyadapan telah diputuskan untuk tidak dibahas dalam revisi KUHAP.
Keputusan ini telah disepakati bersama pemerintah saat pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pada tanggal 10 Juli 2024.
Ia menjelaskan, penyadapan akan diatur dalam undang-undang khusus tersendiri. Prosesnya akan lebih panjang dan melibatkan partisipasi publik yang lebih luas.
Pengaturan penyadapan yang baru ini akan melalui uji publik untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.
Revisi KUHAP: Lebih Progresif dan Perkuat Keadilan, Bukan Undang-Undang Berbahaya
Habiburokhman menyayangkan anggapan bahwa revisi KUHAP merupakan undang-undang yang berbahaya.
Ia menekankan bahwa revisi ini justru lebih progresif dan bertujuan memperkuat keadilan.
Dengan KUHAP yang baru, masyarakat yang merasa dirugikan akan memiliki akses dan perlindungan hukum yang lebih baik.
Proses hukum yang lebih transparan dan partisipatif diharapkan dapat mencegah potensi ketidakadilan.
Proses Revisi KUHAP: Tahapan dan Kemajuan Terkini
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan RUU prioritas 2025 dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Komisi III DPR RI telah menyelesaikan pembahasan DIM RUU KUHAP yang terdiri dari 1.676 poin pada 10 Juli 2024.
Saat ini, RUU tersebut telah masuk ke Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi untuk memproses perubahan-perubahan yang telah disepakati.
Tahapan selanjutnya akan melibatkan pembahasan lebih lanjut dan penyempurnaan sebelum disahkan menjadi undang-undang.
Proses revisi KUHAP yang transparan dan melibatkan masyarakat diharapkan dapat menghasilkan undang-undang yang lebih baik dan berkeadilan.
Dengan adanya penjelasan dari Ketua Komisi III DPR RI ini, diharapkan masyarakat dapat memahami lebih baik tentang revisi KUHAP dan tujuan di baliknya. Proses legislasi yang terbuka dan partisipatif sangat penting untuk menghasilkan hukum yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.